Jumat, 09 November 2012

Sejarah Agama Kristen Protestan


“SEJARAH AGAMA KRISTEN PROTESTAN”

A.    Sejarah Agama Kristen Protestan di Dunia

Berawal dari dunia Katholik yang memberikan kekuasaan yang begitu besar kepada Paus ternyata menimbulkan masalah. Terutama dari kalangan raja-raja yang merasa tersaingi khususnya dalam hal kekayaan. Disamping itu beberapa factor lain seperti factor ekonomi, politik, nasionalisme, paham individualism Renainsans, dan keperhatinan yang semakin meningkat terhadap penyalahgunaan wewenang gereja, semua itu memang peranan penting terhadap timbulnya perpecahan agama Roma Khatolik. Puncak krisis gereja Khatolik Roma adalah ketika Paus Leo X menganjurkan penjualan surat-surat penebusan dosa secara besar-besaran untuk mengisi kas gereja.
Anjuran Paus Leo X ini ditentang oleh seorang rahib bernama Luther (1483-1546 M). Dua tokoh lainnya yaitu Zwingli (1484-1531M), dan Jhon Calvin (1509-1564 M) mengikuti Luther untuk menentang gereja dengan mengadakan gerakan yang dikenal dengan “Reformasi”.
Reformasi Protestan adalah gerakan reformasi umat Kristiani Eropa yang menjadikan Protestantisme sebuah cabang tersendiri dalam Agama Kristen pada masa itu. Gerakan ini bermula pada 1517 tatkala Martin Luther mempublikasikan Sembilan Puluh Lima Tesis, dan berakhir pada 1648 dengan Perjanjian Westphalia yang meredakan Perang agama di Eropa.
Reformasi Protestan lahir sebagai sebuah upaya untuk mereformasi Gereja Katolik, diprakarsai oleh umat Katolik Eropa Barat yang menentang hal-hal yang menurut anggapan mereka adalah doktrin-doktrin palsu dan malapraktik gerejawi — khususnya ajaran dan penjualan indulgensi, serta simoni, jual-beli jabatan rohaniwan — yang menurut para reformator merupakan bukti kerusakan sistemik hirarki Gereja, termasuk Sri Paus.
Para pendahulu Martin Luther mencakup John Wycliffe dan Jan Hus, yang juga mencoba mereformasi Gereja Katolik. Reformasi Protestan berawal pada 31 Oktober 1517, di Wittenberg, Saxonia, tatkala Martin Luther memakukan Sembilan Puluh Lima Tesis mengenai Kuasa dan Efikasi Indulgensi pada daun pintu Gereja Semua Orang Kudus (yang berfungsi sebagai papan-pengumuman universitas pada masa itu), tesis-tesis tersebut memperdebatkan dan mengkritisi Gereja dan Sri Paus, tetapi berkonsentrasi pada penjualan indulgensi-indulgensi dan kebijakan-kebijakan doktrinal mengenai Purgatorium, Pengadilan Partikular, Mariologi (devosi pada Maria, ibunda Yesus), perantaraan-doa dan devosi pada Orang-Orang Kudus, sebagian besar sakramen, keharusan selibat bagi rohaniwan, termasuk monastisisme, dan otoritas Sri Paus. Reformator-reformator lain, seperti Ulrich Zwingli, segera mengikuti teladan Martin Luther.
Akan tetapi selanjutnya para reformator berselisih faham dan memecah-belah pergerakan mereka menurut perbedaan-perbedaan doktrinal — pertama-tama antara Luther dan Zwingli, kemudian antara Luther dan John Calvin — akibatnya terbentuklah denominasi-denominasi Protestan yang berbeda-beda dan saling bersaing, seperti Lutheran, Reformed, Puritan, dan Presbiterian. Sebab, proses, dan akibat reformasi agama berbeda-beda di tempat-tempat lain; Anglikanisme muncul di Inggris dengan Reformasi Inggris, dan banyak denominasi Protestan yang muncul dari denominasi-denominasi Jerman. Para reformator turut mempercepat laju Kontra Reformasi dari Gereja Katolik. Reformasi Protestan disebut pula Reformasi Jerman atau Revolusi Protestan.

B.     Sejarah Agama Kristen Protestan di Indonesia

Kristen Protestan pertama kali diperkenalkan oleh bangsa Belanda pada abad ke-16 M dengan pengaruh ajaran Calvinis dan Lutheran. Wilayah penganut animisme di wilayah Indonesia bagian Timur, dan bagian lain, merupakan tujuan utama orang-orang Belanda, termasuk Maluku, Nusa Tenggara, Papua dan Kalimantan. Kemudian, Kristen menyebar melalui pelabuhan pantai Borneo, kaum misionarispun tiba di Toraja, Sulawesi. Wilayah Sumatera juga menjadi target para misionaris ketika itu, khususnya adalah orang-orang Batak, dimana banyak saat ini yang menjadi pemeluk Protestan.
Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-16. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-20, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda. Pada 1965, ketika terjadi perebutan kekuasaan, orang-orang tidak beragama dianggap sebagai orang-orang yang tidak ber-Tuhan, dan karenanya tidak mendapatkan hak-haknya yang penuh sebagai warganegara. Sebagai hasilnya, gereja Protestan mengalami suatu pertumbuhan anggota, sebagian besar dari mereka merasa gelisah atas cita-cita politik partai Islam.
Protestan membentuk suatu perkumpulan minoritas penting di beberapa wilayah. Sebagai contoh, di pulau Sulawesi, 17% penduduknya adalah Protestan, terutama di Tana Toraja dan Sulawesi Tengah. Sekitar 65% penduduk di Tana Toraja adalah Protestan. dibeberapa wilayah, keseluruhan desa atau kampung memiliki sebutan berbeda terhadap aliran Protestan ini, seperti Adventist atau Bala Keselamatan, tergantung pada keberhasilan aktivitas para misionaris.
Di Indonesia, terdapat dua provinsi yang mayoritas penduduknya adalah Protestan, yaitu Papua dan Sulawesi Utara, dengan 60% dan 64% dari jumlah penduduk.Di Papua, ajaran Protestan telah dipraktikkan secara baik oleh penduduk asli. Di Sulawesi Utara, kaum Minahasa yang berpusat di sekeliling Manado, berpindah agama ke Protestan pada sekitar abad ke-19. Saat ini, kebanyakan dari penduduk asli Sulawesi Utara menjalankan beberapa aliran Protestan. Selain itu, para transmigran dari pulau Jawa dan Madura yang beragama Islam juga mulai berdatangan. Pada tahun 2006, lima persen dari jumlah penduduk Indonesia adalah penganut Kristen Protestan.

1 komentar: